Cegah Illiteracy dengan Mengenali Gangguan Bicara Ekspresif Sejak Dini

Apa yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata ‘illiteracy’? Mungkin yang terlintas adalah ketidakmampuan baca-tulis alias buta huruf. Selama ini pengertian illiteracy memang selalu disamakan dengan buta huruf.

Namun ternyata, illiteracy bukan sebatas ketidakmampuan seseorang untuk membaca dan menulis. Dalam pengertian yang lebih luas, illiteracy adalah ketidakmampuan memahami isi bacaan walaupun lancar membaca tulisan.

Seseorang dengan illiteracy akan mengalami kesulitan untuk menafsirkan dan mengolah informasi dari tulisan yang panjang, sehingga berpotensi menjadi penyebar informasi yang keliru, atau dalam bahasa sehari-hari kita menyebutnya hoax.

Illiteracy dan Gangguan Bicara Ekspresif

Sebetulnya, tanda-tanda illiteracy dapat dikenali sejak dini. Illiteracy memiliki keterkaitan dengan gangguan bicara ekspresif, di mana gejala-gejalanya dapat dilihat sejak dini. Gejala-gejala tersebut antara lain:

  • Tidak menggunakan gestur saat berusia 12 bulan.
  • Kesulitan merangkai kata dengan benar.
  • Memiliki kosa kata yang lebih sedikit dibandingkan anak lain seusianya.
  • Menggunakan kata-kata di luar konteksnya.
  • Menggunakan tata bahasa yang salah.

Mengenali tanda-tanda tersebut penting untuk dilakukan oleh orang tua, agar kelak anak-anak dapat terhindar dari illiteracy.

Intervensi Mencegah Illiteracy

Jika sudah mengenali tanda-tanda gangguan bicara ekspresif terdapat pada anak sejak dini, maka intervensi pun dapat dilakukan sedini mungkin. Salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah menciptakan lingkungan yang ‘semarak komunikasi.’

Anak-anak merupakan pribadi yang memerlukan lingkungan yang ‘semarak komunikasi’, artinya, anak-anak membutuhkan interaksi dengan orang-orang yang bisa menyuarakan maupun merespon pertanyaan dengan jelas dan tepat. Hal ini penting untuk diwujudkan bahkan sejak anak-anak berusia dini sebab kita perlu memastikan bahwa anak memahami kosa kata dan tata bahasa agar esensi ‘membaca adalah memahami’ dapat tercapai.

Upaya lainnya yang dapat dilakukan adalah memberi contoh pada anak. Seperti kita ketahui bahwa anak-anak adalah peniru ulung, artinya, akan lebih efektif memberikan pengajaran dengan contoh dibandingkan perintah. Ketika anak salah mengucapkan kata atau kalimat, kita sebaiknya tidak mengoreksinya melainkan mengulangi apa yang mereka katakan dengan kata atau kalimat yang benar. Dengan demikian, anak akan mendengar contoh yang baik.

Baca Juga: Bagaimana Membantu Anak yang Kesulitan Membaca?

Selain dengan cara-cara tadi, jalan lain yang dapat ditempuh untuk mengintervensi gangguan bicara ekspresif adalah terapi. Ada beberapa terapi yang dapat dijadikan pilihan, antara lain terapi individu, terapi grup, dan terapi dalam kelas. Terapi-terapi tersebut memiliki tujuan yang berbeda tergantung kebutuhan anak, oleh karena itu, jika memutuskan untuk memilih terapi, pilihlah terapi yang memang sesuai dengan kebutuhan anak.

Nah, demikianlah sekilas tentang illiteracy dan gangguan bicara ekspresif. Membekali diri dengan pengetahuan tentang keduanya akan membantu kita dalam memahami apa yang dialami anak. Saat anak mengalami gangguan bicara ekspresif, hadirkanlah lingkungan yang semarak komunikasi untuk anak. Sudahkah kita menjadi orang tua yang ‘semarak berkomunikasi’ dengan anak?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *