Apa yang biasanya terlintas di benak Bapak/Ibu ketika mendengar Matematika? Bagi sebagian orang, Matematika adalah hal sulit yang tidak pernah sepenuhnya dapat dikuasai, dan Matematika pun berhenti dipelajari setelah selesai bersekolah. Akhirnya, Matematika pun direpresentasikan secara keliru pada anak.
Padahal, Matematika sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Matematika dirasa sulit mungkin karena ada beberapa cara pandang yang kurang tepat, seperti Matematika itu terlalu abstrak, atau Matematika itu tidak terlalu diperlukan dalam kehidupan. Nah, kita bisa mengubah cara pandang kita agar Matematika tidak lagi disalahpahami, seperti ini:
Lihatlah Matematika sebagai Bahasa
Matematika adalah bahasa, tidak berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan bahasa lainnya. Matematika diciptakan manusia sebagai bahasa yang disepakati untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sehari-hari, bukan hal menerawang yang dipenuhi simbol-simbol semata.
Sebagaimana bahasa, Matematika bisa dipelajari oleh siapapun. Matematika perlu dipelajari sejak dini melalui proses terstruktur dan pendekatan multisensori.
Hadirkan Matematika Secara Konkret
Sebelum mampu memahami berbagai simbol abstrak dalam ‘bahasa’ Matematika. Matematika memang sebuah bahasa, namun bukan berarti di dalamnya hanya ada hal abstrak. Anak perlu melihat Matematika secara nyata agar terbentuk pemahaman akan beragam konsep. Konsep perlu dipahami sebelum beranjak ke hal abstrak. Jika prosesnya dibalik, anak akan kesulitan memahaminya.
Pandanglah Matematika Secara Kontekstual
Mungkin selama ini kita berpandangan kalau Matematika selesai saat lembar ujian sudah terjawab, padahal Matematika sesungguhnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Anggapan bahwa Matematika selesai di lembar ujian telah memberi jarak antara kita dan Matematika. Ada kesan bahwa Matematika bukanlah sesuatu yang berguna untuk kehidupan sehari-hari, sehingga cukup hanya dihafal dan tidak dipelajari secara menerus.
Padahal di setiap sisi kehidupan kita ada Matematika. Dengan mengubah cara pandang kita ke arah sana, kita akan secara sukarela mempelajari Matematika secara terus-menerus. Begitu juga ketika cara pandang ini ditanamkan pada anak.
Utamakan Pengalaman
Salah satu anggapan yang masih ada adalah rumus perlu sesegera mungkin diberikan pada anak agar cepat mahir ber-Matematika, padahal rumus bersifat abstrak dan tidak bisa langsung dipahami anak jika pengalaman konkret belum dialami.
Maka, pengajaran Matematika pada anak usia dini harus mengedepankan pelibatan semua indera (multisensori), tujuannya agar anak mendapatkan pemahaman tentang berbagai konsep terlebih dahulu, sehingga Matematika terasa mudah.
Tidak Menuntut Anak
Terkadang yang memadamkan semangat belajar adalah tuntutan yang berlebihan. Tuntutan datang ketika Matematika dipandang sebagai perlombaan, anak harus beradu cepat dalam menguasainya, anak harus sudah bisa berhitung sebelum usia sekolah dasar. Padahal, kecepatan belajar setiap anak berbeda.
Tuntutan yang berlebihan akan disertai dengan tantangan yang kesulitannya di atas kemampuan anak. Ketika anak mendapatkan tantangan di atas kemampuannya, ia akan menyerah dan menganggap Matematika itu sulit.
Itulah Matematika, sebuah alat berpikir logis yang sejatinya selalu berhadapan dengan permasalahan nyata, bukan hal menerawang yang berisi simbol-simbol dan selesai di lembar ujian atau tes masuk sekolah. Saat kita sudah bisa memandang Matematika sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, maka kita dapat menerima ilmunya dengan lebih terbuka, dan Matematika pun akan terasa lebih mudah.
Bapak/Ibu ingin mendapatkan pandangan baru tentang Matematika? Dapatkan pembahasannya dalam buku “Mahir Matematika: Solusi Praktis Ber-Matematika untuk Anak Usia Dini.”