Matematika disebut sebagai sebuah bahasa. Namun berbeda dari bahasa lain, Matematika bersifat kuantitatif, akurat, dan presisi. Karena sifatnya itulah Matematika telah digunakan selama ribuan tahun untuk proses pengambilan keputusan. Kegunaan ini telah membuat Matematika mendapat perhatian di dunia pendidikan. Setiap jenjang pendidikan pasti menyertakan mata pelajaran Matematika.
Berbicara soal pendidikan, baru-baru ini terjadi perubahan di dunia pendidikan, yaitu dihapuskannya mata pelajaran (termasuk Matematika) dari ujian masuk perguruan tinggi negeri dan digantikan dengan tes kemampuan bernalar (skolastika). Perubahan itu kemudian mengundang tanya, untuk apa belajar di sekolah jika pada akhirnya tidak diuji.
Lantas, apakah itu berarti belajar Matematika di sekolah jadi tidak ada artinya lagi? Apakah anak-anak tidak perlu lagi belajar Matematika? Untuk menjawabnya, mari kita lihat apa saja yang sesungguhnya dipelajari dari Matematika. Sebenarnya, Matematika adalah ilmu yang memberikan pelajaran tentang:
- Bagaimana membuat strategi.
- Kemampuan problem solving.
- Melakukan abstraksi.
- Kemampuan deduksi
Jika melihat hal-hal tersebut, itu berarti Matematika adalah ilmu untuk keseharian. Jadi sebenarnya, mempelajari Matematika akan berguna untuk kehidupan anak sampai kapanpun.
Matematika Tidak Berhenti Sampai Ujian
Banyak yang mengira kalau kemahiran Matematika dicerminkan oleh kemampuan melewati ujian dan berapa nilai hasil ujian itu. Padahal, Matematika tidak berhenti hanya sampai lembar soal ujian.
Pertama, Matematika ada dalam setiap lini kehidupan manusia. Kita memperkirakan waktu tempuh, menghitung uang, mengelompokkan barang, itu semua adalah Matematika. Bahkan bidang seni yang sering dianggap tidak ada hubungannya dengan Matematika pun mempunyai unsur Matematika. Ada gradasi dalam melukis, ada keteraturan dalam bermusik, dan lain sebagainya.
Kedua, Matematika adalah sebuah bahasa yang disepakati masyarakat dunia dan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Jadi, bisa dikatakan jika Matematika hanya berhenti sampai ujian, maka akan banyak permasalahan sehari-hari yang tidak bisa diselesaikan.
Anggapan bahwa Matematika adalah sesuatu untuk ‘diujikan’ telah membuat gaya pembelajaran Matematika hanya dengan menghafal menjadi banyak diterapkan. Pembelajaran Matematika berbasis hafalan memang membantu untuk mencapai hasil bagus dalam ujian, tetapi ketika ujian ditiadakan, pembelajaran Matematika itu akan kehilangan maknanya juga.
Baca Juga: Bolehkah Mengajarkan Matematika Secara Hafalan pada Anak?
Pendidikan Matematika yang Lebih Baik
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti banyak menemukan permasalahan yang bersifat kontekstual. Ketika berada dalam situasi tersebut, kemampuan analogi dan problem solving adalah hal yang penting untuk dimiliki. Terlebih lagi saat bertemu dengan permasalahan baru dan harus mengubah sudut pandang untuk menyelesaikannya.
Kemampuan seperti ini tentu hanya bisa didapatkan jika sudah mengenal konsep alih-alih hanya menghafal, dan penguasaan konsep bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan dalam waktu singkat. Konsep perlu diperkenalkan kepada anak sejak dini, sebab usia dini adalah masa emas, masa di mana anak mampu menyerap semua informasi dari lingkungannya.
Oleh karena itu, pendidikan Matematika memang harus berubah ke arah yang lebih baik. Pendidikan Matematika harus sesuai dengan kebutuhan anak, yaitu membuat anak siap untuk menghadapi kehidupannya. Pendidikan Matematika yang menanamkan pemahaman konsep, bersifat eksploratif, multisensori, kontekstual, serta menyenangkan adalah hak setiap anak, dan semua itu serta perlu diberikan sejak dini.
Baca Juga: Stop! Jangan Marah Kalau Anak Malas Belajar Matematika