Setiap anak memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam ber-Matematika. Hal itu dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu faktor yang sering dianggap berpengaruh terhadap kemampuan ber-Matematika adalah bakat.
Anggapan itu mengakibatkan adanya pengelompokan di kalangan orang tua dan tidak jarang juga pengajar. Ada anak yang ‘mahir Matematika’ dan ‘tidak mahir Matematika karena memang tidak ada bakatnya’. Namun, benarkah anggapan itu? Apa betul Matematika hanya bisa dikuasai oleh orang yang memiliki ‘bakat Matematika saja’?
Semua Anak Bisa Mahir Matematika
Anggapan bahwa Matematika adalah bakat yang diturunkan dan hanya bisa dikuasai sebagian orang saja menyebabkan orang tua berpikir bahwa Matematika bukan ‘bidangnya’ sang anak ketika ia mulai menunjukkan tanda-tanda menolak Matematika. Padahal, Matematika ada di setiap sisi kehidupan manusia, lho.
Sebenarnya, setiap anak memiliki potensi Matematika. Disebut potensi karena hal itu sudah ada sejak lahir dan perlu diasah saja agar bisa berkembang. Jadi, setiap anak sejatinya bisa mahir ber-Matematika asalkan pembelajarannya mendukung potensi tersebut agar bisa berkembang. Jangan khawatir, Bapak/Ibu bisa menolong anak agar potensinya berkembang dengan cara-cara berikut.
1. Berikan Anak Kesempatan Bereksplorasi
Bagi seorang anak, belajar tidak hanya dilakukan melalui proses drilling, melainkan dengan mengeksplorasi lingkungan. Lewat eksplorasi, anak mengembangkan berbagai kesadaran kualitas, seperti konsep “besar” dan “kecil”, “lebih banyak” dan “lebih sedikit”, ukuran, tingkatan, dan lain-lain. Inilah hal yang perlu dikuasai anak sebelum nantinya ia mahir ber-Matematika. Tanpa ada eksplorasi, tidak akan ada informasi baru yang didapat dan konsep yang terbentuk.
Baca Juga: Menyapu di Rumah, Ternyata Bisa Melatih Kemahiran Anak Dalam Perkalian Lho
2. Persiapkan Lingkungan
Eksplorasi yang dimaksud sebelumnya bukanlah eksplorasi tanpa pembatasan. Persiapkan lingkungan belajar dan tentukan struktur dan tatanannya. Matematika adalah tentang keteraturan, dan keteraturan harus dicerminkan mulai dari lingkungan belajar.
Lingkungan yang teratur dan terstruktur akan membuat anak berperilaku positif dan merasa aman untuk bereksplorasi. Sebaliknya, lingkungan yang tidak dipersiapkan akan memberikan kesan ‘kacau’ yang akan terjadi juga pada otak anak.
3. Berikan Vibrasi Positif
Ketika orang tua tidak suka dengan Matematika, itu akan memengaruhi cara pengajaran Matematika kepada anak. Orang tua yang tidak suka dengan Matematika akan menganggap Matematika sulit dan boleh diabaikan.
Anak-anak perlu menumbuhkan rasa suka terhadap Matematika untuk menjadi mahir di dalamnya, dan rasa suka itu harus dicontohkan oleh orang tua. Ajaklah anak untuk mengenal Matematika yang kontekstual dan humanis. Rayakan setiap keberhasilan kecil yang diraih oleh anak setiap kali ia menyelesaikan permasalahan Matematika di kehidupan sehari-hari.
4. Sesuaikan Tingkat Kesulitan
Matematika bersifat sekuensial, artinya, suatu kemampuan tidak bisa dikuasai jika kemampuan sebelumnya belum dikuasai. Oleh karena itu, pembelajaran Matematika harus disusun bertahap dari mudah ke sulit. Contohnya, perkalian tidak bisa ditawarkan jika anak belum menguasai penjumlahan.
Pembelajaran secara urut seperti ini akan membuat anak tidak stress ketika bertemu dengan Matematika karena tingkat kesulitannya sesuai dengan kemampuannya.
Jadi, pernyataan “Matematika hanya untuk orang berbakat” itu hanya mitos ya, Bapak/Ibu. Dengan cara pengajaran yang tepat, lingkungan yang dipersiapkan, dan suasana belajar yang menyenangkan, setiap anak bisa tumbuh menjadi sang “mahir Matematika”.